Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, keberagaman suku dan budayanya sudah terkenal didunia, selain itu potensi sumber daya alam Indonesia yang sangat besar menjadi faktor penting dalam kemajuan bangsa Indonesia. Namun dengan potensi sumber daya alam yang sangat melimpah, sampai saat ini Indonesia masih menjadi negara yang berkembang dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang masih rendah. Pasti banyak yang bertanya-tanya bagaimana bisa Indonesia yang seharusnya menjadi negara maju dengan sumber daya alamnya mempunyai tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih rendah. Ya, jawaban pastinya adalah karena sumber daya manusia di Indonesia yang masih kurang, sehingga teknologi yang mengolah sumber daya alam masih berasal dari negara lain, orang-orang asing yang menguasai teknologi mulai menguasai sumber daya alam di Indonesia. Namun Indonesia tidak bisa terus seperti ini, bisa-bisa kekayaan alam Indonesia akan habis dan sebagian besar mengalir ke negara lain, butuh banyak orang-orang cerdas dan bijaksana untuk mengelola sumber daya alam dan teknologinya untuk melambungkan kualitas dan kuantitas produk dalam negeri. Mencetak orang-orang seperti itu tidaklah mudah dan sederhana.
Lalu bagaimanakah kesiapan negara Indonesia untuk bisa menjadi negara maju berbasis riset dan teknologi ? Mari simak penjelasan dari indikator-indikator berikut ini.
1. Anggaran Riset Nasional
Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) atau organisasi pendidikan, keilmudan, dan kebudayaan dari PBB telah menetapkan suatu standar minimal pendanaan untuk riset atau penelitian dalam sebuah negara sebesar 2% dari jumlah PDB (Produk Domestik Bruto) yang merupakan suatu metode untuk menghitung pendapatan nasional dari negara tersebut. Namun tidak semua negara bisa mengalokasikan dana sesuai yang ditentukan. Misalnya China hanya mengalokasikan 1,9% dari PDB yang mereka peroleh setiap tahunnya. Kemudian India sebagai negara dengan petumbuhan ekonomi yang sangat bagus seperti China, mengalokasikan 1,2% dari PDB mereka. Sedangkan Indonesia hanya bisa mengalokasikan 0,08% saja dari besar PDB setiap tahun atau hanya 1/24 dari persentase anggaran riset China dan 1/15 dari anggaran riset India.
Mungkin ini adalah salah satu penyebab sampai saat ini Indonesia sulit untuk menjadi negara maju, bidang riset yang sangat penting guna menunjang pengolahan sumber daya di Indonesia masih dikesampingkan dari bidang yang lain. Perlu adanya sebuah kebijakan untuk menaikkan anggaran riset agar hasil-hasil penelitian para pemuda Indonesia bisa benar-benar berkembang dan bisa berkontribusi untuk kemajuan Indonesia, selain itu juga bisa melindungi hasil-hasil riset bangsa Indonesia sebelum bangsa lain mencoba untuk mengembangkannya.
2. Indeks Kesiapan Teknologi
World Economic Forum (WEF) menggunakan indeks kesiapan teknologi ini sebagai salah satu penilaian indeks dalam kompetensi global. Indeks kesiapan teknologi atau sering disebut TRI (Technology Readiness Index) dikembangkan oleh Parasuraman (Profesor di Miami University) untuk mengukur keyakinan dan pemikiran masyarakat terhadap teknologi. Terdapat empat dimensi dalam indeks kesiapan teknologi, yaitu optimisme, inovasi, ketidaknyamanan, dan ketidakamanan. Dalam hal ini Indonesia mendapatkan nilai yang cukup rendah yaitu 0,32 dibandingkan dari negara-negara tetangga, jauh dibawah Thailand (0,61) dan Malaysia (0,83). Dari hasil indeks kesiapan teknologi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia akan perlunya teknologi masih kurang, mungkin karena pengaruh akan kenyamanan teknologi dari luar yang sampai saat ini semakin menyebar ke seluruh pelosok wilayah Indonesia sehingga karena kenyamanan akan teknologi dari luar yang sudah ada masyarakat Indonesia kurang bisa berkembang memberikan banyak ide serta inovasi teknologi bagi kemajuan bangsa Indonesia.
3. Indeks Efisiensi Pembangunan
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam rilisnya menyebutkan bahwa indeks efisiensi pembangunan di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga. Indonesia hanya mencapai nilai 0,60 lebih rendah dibandingkan dengan Thailand (0,69) dan Malaysia (0,86). Indeks ini pernah disinggung oleh Djoko Kirmanto Menteri Pekerjaan Umum Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dihadapan para insinyur dan sarjana teknik saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dengan tema “Keinsinyuran untuk Memberi Nilai Tambah Pada Pembangunan Nasional dan Berkelanjutan”, di Jakarta. Dalam hal ini SDM Indonesia yang mempunyai kemampuan dibidang teknologi dan riset diperlukan guna menunjang efisisensi pembangunan di Indonesia.
4. Rasio Perekayasa dan Peneliti
Perekayasa, ilmuwan dan peneliti di Indonesia ternyata masih sedikit. Mereka merupakan orang-orang yang suka dengan riset kemudian bekerja keras untuk memproduksi inovasi teknologi yang berguna bagi masyarakat. Perekayasa dan peneliti ini tersebar diberbagai pusat penelitian dan pengembangan (R&D) baik milik pemerintah, universitas, ataupun swasta yang memiliki peran yang sangat penting, terutama para mahasiswa-mahasiswa di sebuah universitas dengan berbagai disiplin ilmu mulai menunjukkan kontribusinya dengan melakukan penelitian dan membuat riset teknologi guna kepentingan masyarakat terutama untuk menyelesaikan masalah-masalah di Indonesia yang belum bisa teratasi, membuat sesuatu yang lebih sederhana agar mudah diaplikasikan serta digunakan untuk masyarakat Indonesia, dan memperhatikan sesuatu yang dianggap tidak berguna menjadi lebih bermanfaat bagi kehidupan.
Dari satu juta orang di Indonesia, hanya ada 199 orang perekayasa dan peneliti. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia masih jauh tertinggal dari Thailand (293 orang per 1 juta penduduk, Malaysia (503 orang per 1 juta penduduk), dan Singapura (570 orang per 1 juta penduduk). Indonesia masih membutuhkan banyak perekayasa dan peneliti agar inovasi yang tercipta dari bangsa-bangsa Indonesia dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan dapat bersaing dengan inovasi luar negeri.
5. Rasio Doktor
Tahukan teman-teman, ternuata Jepaang memiliki 6148 doktor per 1 juta penduduk. Jumlah yang sangat besar meski kalah dengan negara Israel yang memiliki sekitar 13.000 doktor diantara 1 juta penduduknya. Bagaimana dengan Indonesia kita tercinta? Indonesia masih sangat tertinggal kerena hanya memiliki 98 orang doktor per 1 juta penduduk. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Indonesia juga masih tertinggal karena Malaysia
Tahukah Sahabat Beranda, ternyata Jepang memiliki 6418 orang doktor per 1 juta penduduk. Jumlah yang sangat besar meski masih kalah dengan Israel yang memiliki sekitar 13.000 doktor di antara 1 juta penduduknya. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia masih sangat tertinggal karena hanya memiliki 98 orang doktor per 1 juta penduduk. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Indonesia juga masih tertinggal karena Malaysia memiliki 300 orang doktor per 1 juta penduduknya.
Mari kita dukung pemerintah Indonesia untuk mencetak orang-orang cerdas dan bijaksana untuk menyongsong Indonesia Maju Berbasis Riset dan Teknologi di masa depan. Sumber data: (BPS, Kementerian PUPR, WEF)
Sumber : berandainovasi.com
Sebenarnya hal ini cukup miris, terjadi di Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang ada. Indonesia sebenarnya mampu makmur menggunakan basis riset dan teknologi. Kelima indikator yang ada ini bisa menjadi acuan yang baik, namun perlu diperhatikan lagi bahwa di Indonesia jangankan riset dan teknologi, tingkat edukasi di setiap daerah yang berbeda-beda yang akhirnya menjurus pada kelima indikator yang ada itu. Satu hal yang sebenarnya menjadi fokus pemerintah adalah pengembangan pendidikan dahulu, baru bicara mengenai pengembangan riset dan teknologi. Kelima indikator ini akan ikut naik bersamaan dengan pemerataan / pengembangan edukasi / pendidikan di Indonesia. Contoh saja, banyak sekali orang di pedalaman yang pendidikannya kurang, lalu bagaimana menjadi doktor? Baru ketika permasalahan ini terjawab,maka pemerintah bisa melakukan banyak kerjasama untuk riset dan teknologi dengan diikuti dengan penambahan anggaran atau dana untuk ristek. Dengan berkembangnya riset dan teknologi ini, maka pembangunan dan sebagainya bisa menjadi lebih baik. Untuk pengembangan edukasi sendiri menurut saya tidak boleh difokuskan hanya di pulau jawa, selama ini orang di pulau jaw dengan potensi sumber daya yang kuat justru tidak terjamah. Seiring dengan adanya pengembangan edukasi, dogma / ideologi orang tentu tidak akan berubah. Perlu adanya gerakan yang pasti darui pemerintahan dan orang sekitar.
BalasHapusDari banyak hal di atas maka pemerintah bisa merencanakan rencana jangka panjang dan pendek. Dengan asumsi bahwa masalah pendidikan sudah bukan lagi menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia, maka rencana jangka pendeknya tentunya dengan menambah anggaran dana untuk riset dan teknologi. Ini adalah salah satu cara, di mana potensi potensi yang ada bisa digali lebih dalam.
Rencana jangka panjangnya adalah pengelolaan fokus dari masing masing daerah di Indonesia. Kita contohkan saja di Jerman, Hamburg merupakan kota pelabuhan, kota industri di Hannover, dll. Ini bisa saja diterapkan di Indonesia, karena Indonesia begitu luas dan terbelah menjadi berbagai pulau. Pemerintah harus memiliki andil dalam hal ini, di Bali sebagai pusat pariwisata, sulawesi misalnya sebagai kota pelabuhan, dll. Setiap daerah harus memiliki fokus daerahnya itu, sehingga tidak semua sektor terpusat pada semua sektor. Ini tentunya akan berdampak buruk, seperti apa yang terjadi di Jakarta.
Terima Kasih.
William Wijaya, mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Saya Grecia Permata Sari Chandra, mahasiswa fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana. Saya telah membaca tulisan anda pada blog ini, oleh karena itu saya mencoba memberikan respon dari apa yang telah saya baca. Menurut saya tidak semua yang di tuliskan pada blog ini benar, banyak sekali masyarakat Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi peneliti dan ilmuan muda. Namun, kurangnya perhatian dari pemerintah atas hasil penelitian dan hasil-hasil produk dari ilmuan muda yang membuat seolah Indonesia tidak memiliki SDM yang baik dalam bidan penelitian. Bukan sebuah rahasia lagi bahwa kurangnya fasilitas untuk sebuah penelitian seringkali menjadi kendala terbesar dalam pengembangan hasil penelitian, itulah yang menyebabkan banyak penelitian tidak dapat di lanjutkan dan menemui jalan buntu. Sedangkan untuk dana penelitian memang sudah seharusnya di tingkatkan agar dapat mendukung proses penelitian dari para ilmuan-ilmuan muda, keterbatasan dana juga merupakan salah satu faktor penghambat dari proses penelitian. Untuk masalahan gelar Doktor, sebenarnya sangat banyak anak-anak muda yang memiliki potensi dan kepandaian yang luar biasa, namun lagi-lagi mereka terkendala biaya, dimana kita ketahui masih sangat banyak masyarakat Indonesia yang masih kurang dalam perekonomian. Dan sudah seharusnya pemerintah memperhatikan kondisi ini. Demikian komentar yang dapat saya berikan sebagai respon atau tulisan Anda, dan tidak ada maksud untuk menyalahkan atau membela pihak-pihak terkait. Jika ada salah kata dalam komentar ini saya minta maaf. Terimakasih
BalasHapusSetelah membaca apa yang telah anda tuliskan di blog, menurut saya tulisan anda sangat bagus. Alasan saya berkata demikian karena yang pertama, mengenai Anggaran Riset Nasional, dapat kita lihat bahwa menurut UNESCO seharusnya setiap Negara harus menyiapkan 2% dari jumlah PDB untuk anggaran riset, namun di Indonesia hanya dapat mengalokasikan 0,08% saja dari besar PDB setiap tahunnya. Padahal, menurut saya, anggaran riset ini sangatlah penting. Karena dari anggaran riset itulah penelitian dapat berkembang, sehinggga dapat memunculkan inovasi-inovasi yang baru dari segi apapun dan diharapkkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang selama ini masyarakat alami. Jika hanya disiapkan anggaran 0,08%, maka perkembangan penelitian tersebut hanya sebatas itu – itu saja.
BalasHapusYang kedua, mengenai Indeks Kesiapan Teknologi, menurut saya pribadi, masyarakat Indonesia sendiri cenderung memiliki sikap yang konsumtif. Merasa teknologi saat ini sudah sangat modern, namun perlu kita ingat bahwa teknologi tersebut masih berasal dari luar negeri. Walaupun ada teknologi – teknologi yang berasal dari Indonesia, namun tenaga, ataupun mesinnya masih membeli dari luar negeri.
Yang ketiga, mengenai Indeks Efisiensi Pembangunan, dituliskan bahwa Indonesia memiliki indeks efisiensi pembangunan sebesar 0,60, jauh dari negara - negara lain. Untuk meningkatkan indeks efisiensi pembangunan memang perlu SDM yang memang siap untuk mengembangkannya. Hal ini berarti memang harus ada kesiapan dari pribadi masing – masing, harus timbul dari diri sendiri.
Yang keempat, mengenai Rasio Perekayasa Peneliti, di Indonesia hanya ada 199 orang per 1 juta penduduk. Menurut saya itu sangat rendah. Padahal seperti yang kita ketahui, jumlah penduduk Indonesia sangatlah banyak. Namun pada kenyataannya hanyalah ada 199 orang per 1 juta penduduk.
Yang kelima, mengenai Rasio Doktor, di Indonesia hanya ada 98 orang per 1 juta penduduk, sangatlah kecil di bandingkan dengan negara – negara lain.
Dari keseluruhan, menurut saya, permasalahannya adalah ada pada tingkat pendidikan. Karena memang banyak masyarakat yang masih belum sadar akan pentingnya pendidikan. Banyak alasan para orangtua tidak menyekolahkan anaknya, mungkin karena biaya, mungkin juga karena jarak dari rumah ke sekolah yang jauh. Namun sebenarnya alasan – alasan tersebut masih dapat diatasi. Karena pemerintah sendiri sebetulnya memiliki program sekolah gratis. Mungkin dari pemerintah itu sendiri harus menyalurkan dana khusus untuk pendidikan dan harus diterima oleh yang tepat dan benar – benar membutuhkannya. Maka dari itu, para pekerja pemerintahan harus rajin mendata siapa – siapa saja yang butuh untuk mendapatkan biaya pendidikan tersebut. Dan juga pembangunan sekolah – sekolah juga perlu diperhatikan. Terutama di daerah pinggiran ataupun pelosok – pelosok desa. Dan merenovasi sekolah – sekolah yang memang sudah rusak agar murid – murid dan para guru juga dapat nyaman untuk melakukan proses belajar dan mengajar. Sehingga dapat menghasilkkan manusia – manusia yang memiliki kesiapan untuk mengembangkan Indonesia, dan memperoleh SDM yang berkualitas.
Semoga tulisan – tulisan ini dapat dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat dan dapat bermanfaat bagi perkembangan NKRI. Supaya timbul kesadaran agar Indonesia tidak melulu seperti ini.
Mungkin sekian yang dapat saya sampaikan. Apabila ada salah – salah kata dalam tulisan dan penyampaian saya, saya mohon maaf yang sebesar – besarnya. Sekian, Terimakasih, Tuhan Memberkati.
Niken Okta Elsanti Beru Karo Karo Kaban
Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (UKDW)
Ulasan saudara Denny sependapat saya. Di Indonesia sendiri masih banyak potensi - potensi sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, hanya saja banyak faktor yang menutupi potensi SDM di Indonesia. Pada kalangan masyarakat sendiri banyak yang tidak mengetahui dan menganggap remeh profesi peneliti atau ilmuwan. Untuk menjadikan negara Indonesia menjadi berpotensi pada basis riset dan teknologi diperlukan dukungan dari masyarakat dan pemerintah sendiri. Untuk mencapai gelar doktor juga memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit, hal ini yang membatasi masyarakat untuk melanjutkan pendidikan doktor. Dukungan pemerintah diperlukan seperti lebih mengalokasikan dana untuk riset nasional dan dilakukan pengembangan intensif untuk menemukan terobosan baru bagi Peningkatan potensi alam di Indonesia. Penyediaan teknologi yang mendukung riset juga diperlukan untuk memudahkan dan mempercepat hasil penelitian. Dukungan pemerintah juga diperlukan dalam mengayomi dan memberi penjelasan mengenai pentingnya penelitian pada masyarakat, mengajak dan mendukung pelajar sejak dini untuk mencetak ilmuwan dan peneliti unggul dalam negeri.Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan hingga mencapai doktor perlu ditingkatkan, serta menyatukan para doktor untuk mengembangkan riset penelitian mereka untuk menghasilkan inovasi baru. Maaf jika ada salah kata dalam respon saya, Terimakasih :)
BalasHapusPalimirma Edenia I. Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana
Ester Yuan Rahayu – Mahasiswi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana
BalasHapusKesalahan dapat dilihat dari titik manapun, dari negara dan dari pribadi sendiri. Banyak dari penelitian yang dilakukan di negara kita tidak dapat dilanjutkan karena kurangnya anggaran, serta fasilitas pendukung penelitian yang tidak tersedia. Anak bangsa yang cerdas dan cemerlang serta calon doktor, peneliti, ilmuan, dan perekayasa berbondong – bondong mencari biaya atau beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri yang terfasilitasi dengan baik dan menyalurkan penelitiannya yang terdukung dari fasilitas yang ada di negara lain.
Dari sekian banyak anak bangsa yang melanjutkan pendidikan di luar negeri, enggan untuk pulang ke Indonesia karena merasa betah dan terfasilitasi dengan lengkap serta didukung dan diakui penelitiannya. Sedangkan di Indonesia , penelitian yang ingin dilakukan seringkali terhambat serta tidak didukung dan diakui oleh negara sendiri. kepercayaan terhadap diri sendiri, rasa daya saing, kreativitas, keterlibatan terhadap isu nasional dan internasional yang menurun serta kenyamanan memakai terknologi negara lain yang ada pada generasi muda sekarang menyebabkan ketergantungan dan sifat malas untuk berinovasi meningkat, sehingga terlihat negara Indonesia tetap berdiri di tempat dan tidak melangkah kemanapun. Generasi muda yang ada sekarang banyak yang hanya bisa bicara tetapi tidak bergerak, lepas tangan dalam isu yang ada dan menyalahkan orang lain.
Tetapi dengan kurangnya berbagai hal yang kita dapat di negara sendiri, tentunya tidak mengurangi inovasi dari peneliti yang ada di Indonesia, hal ini dapat menjadikan kita lebih kreatif dalam menggunakan fasilitas yang ada untuk mendukung penelitian dan perlunya regulasi kebijakan yang lebih baik kedepan yang seimbang dalam mendukung para peneliti dan ilmuan untuk kemajuan negara
Salam dr Malaysia...sesuai dengan penulisan saudara yg mendokong pemikiran positif Saya berpandangan 'turning point'indonesia akn berlaku apabila kesedaran rakyat Indo diperkembangkan atas dasar pemulihan pendidikan,sebagai contoh pendidikan yg bertunjangkan bahasa,secara sedar atau tidak Kita dinusantara perlu menguasai bahasa bangsa yg telah mempunyai sesuatu teknologi agar kita boleh/bisa mempelajarinya,bukan maksudnya Kita memnidakkan bahasa Kita tetapi kelangsungan anak bangsa Kita terletak atas kibijakan Kita untuk memiliki ilmu itu...Indonesia seharusnya berjiwa besar untuk APA jua sejarahnya bukan dengan sikap bangga atas sejarah tetapi langsung tidak mencipta sejarah untuk anak bangsa. Seperti kata bijak pandai' Kita bukan mewarisi kehebatan nenek moyang Kita tetapi Kita meminjam kehebatan anak cucu kita' selamat maju Jaya buat saudara diindonesia...
BalasHapus